Ermy Kullit memang punya ciri vokalnya yang berat, rada basah, ambitus yang lebar, alto, sehingga membuatnya pas membawakan lagu-lagu jazz atau setidaknya pop-jazz. Ermy Kullit mempunyai ciri khas unik yaitu selalu membidik nada yang “tak lazim”. Istilahnya: sinkopasi. Ermy “memindahkan” ketukan secara refleks, sehingga nyanyiannya menjadi berayun alias swing. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh penyanyi yang benar-benar sudah menjiwai jazz.
Di konser Ermy Kullit ketika banyak orang bersenandung mengikuti lagunya, Hampir pasti akan banyak orang yang akan masuk lebih dulu, di ketukan normal, sementara si Ermy Kullit akan menyusul belakangan. Sinkopasi dan swing memang dua dari beberapa elemen penting jazz, selain nada-nada biru [blue notes] serta improvisasi.
Jam terbang Ermy Kullit di belantika musik Indonesia memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Mulai nyanyi di kampung halaman, Sulawesi Utara, Ermy hijrah ke Jakarta pada 1973. Saat Ermy masih 18 tahun. Sejak itu masuklah dia ke dapur rekaman dan merilis banyak album.
Yang menarik, Ermy Kullit selalu menyanyi apa adanya, dengan hati, tak pernah berpretensi bahwa sebuah lagu akan dibuat jazz atau blues. Dia tak mau terkotak dalam jenis musik tertentu.
Bahwa album-albumnya dikategorikan jazz, jazzy, Ermy tak ambil pusing. Yang penting, masyarakat suka dan dia sendiri puas. Sebab, kata dia, menyanyi itu tak semata-mata untuk mencari uang, tapi juga kepuasan batin.
Di album Musiknya Ermy Kullit sering dibantu oleh Ireng Maulana, pemusik yang kemudian paling banyak menata musik untuk album-album Ermy Kulit. Ireng Maulana juga mengajak Ermy bergabung dalam Ireng Maulana All Stars — sampai sekarang. Isi lagu-lagu pop terkenal masa itu. Misalnya, beberapa lagu karya Rinto Harahap, Simfoni yang Indah, Papa Aku Ada Tanya [Mimpi], Nikmatnya Cinta, Kidung, Widuri, Benci tapi Rindu.
Mengusung irama dixie, Ermy membuat lagu-lagu terkenal itu menjadi lain sama sekali dengan aslinya. Sangat berbobot, tidak kacangan. Hal serupa dilakukan Ermy Kullit bersama Ireng Maulana All Stars beberapa waktu lalu. Lagu Tak Ingin Sendiri [Pance Pondaag], yang dulu dianggap cengeng, berasa lain saat dibawakan Ermy Kulit. Cara pembawaannya berbeda 180 derajat dengan Dian Piesesha, penyanyi asal.
Bersama Ireng Maulana All Stars, Ermy Kullit berhasil memopulerkan bossas [bossanova], sejenis aliran jazz, di tanah air. Irama ini asalnya dari Amerika Latin dengan dedengkot Antonio Carlos Jobim. Orang Indonesia pada 1980-an dan 1990-an terbukti bisa menerima irama bossas versi Ermy Kullit. Hampir semua lagu di album Ermy disukai masyarakat.
Ermy melejit berkat lagu Kasih [Richard Kyoto] yang direkam pada 1986. Lewat album ini pula Ermy dinobatkan sebagai Penyanyi Jazz Terbaik versi tabloid Monitor dan BASF. Pada 1989 album Pasrah [Ryan Kyoto] kian memantapkan hegemoni Ermy Kullit di persada jazz anak negeri.
Ermy Maryam Nurjannah Kullit, nama asli Ermy, sebenarnya pernah bekerja sama dengan Indra Lesmana, pianis jazz kawakan, agar ada warna baru. Tapi, sepertinya kekompakan mereka tidak tampak seperti ketika Ermy Kullit dengan Ireng Maulana. Para penggemar tampak lebih pas dengan Ermy yang bossas, bukan Ermy yang lain. Memang tidak bisa disalahkan karena Salena Jones-nya Indonesia ini sudah pas dengan racikan Ireng Maulana.